BAHAN KHOTBAH MINGGU ADVENT III BERHARAP KEPADA ALLAH YANG MENYELAMATKAN EVANGELIUM MIKA 7:7–13

BAHAN-KHOTBAH-MINGGU-ADVENT-III-BERHARAP-KEPADA-ALLAH-YANG-MENYELAMATKAN-EVANGELIUM-MIKA-7-7-13

Pendahuluan

Masa Adven menempatkan gereja pada ruang penantian yang penuh kerinduan. Adven bukan hanya menghitung hari menuju Natal, tetapi menata hati untuk menyambut Tuhan yang datang membawa keselamatan. Minggu Adven III dikenal sebagai Minggu Sukacita, namun sukacita ini bukan lahir dari kondisi yang ideal, melainkan dari keyakinan bahwa Allah tetap setia meskipun situasi dunia gelap.

Dalam perjalanan rohani umat, kita sering berpikir bahwa ancaman terbesar berasal dari kuasa kegelapan. Namun sesungguhnya, musuh terbesar dan terdekat orang Kristen bukanlah Iblis, tetapi ego dalam diri sendiri. Ego yang menolak tunduk kepada Allah, yang merasa paling benar, yang sulit ditegur, dan yang sering menutup pintu bagi karya pemulihan Tuhan. Pesan ini sangat selaras dengan konteks kitab Mika, di mana kerusakan bangsa Israel sesungguhnya bermula dari hati yang tidak mau tunduk kepada Allah.

Di tengah kondisi moral dan spiritual bangsa yang runtuh, Nabi Mika menyatakan sebuah pengakuan iman yang kuat: “Tetapi aku ini akan menantikan Tuhan.” Inilah fondasi sukacita Adven: harapan kepada Allah yang menyelamatkan.

Latar Belakang: Realitas Umat dan Seruan Nabi

Kitab Mika mencatat kerusakan bangsa Israel yaitu Pemimpin menyalahgunakan kekuasaan, Hakim menerima suap, rakyat saling menipu, Iman kepada Tuhan melemah bahkan relasi keluarga pun hancur. Kerusakan ini tidak semata-mata akibat serangan dari luar, tetapi lahir dari hati umat yang jauh dari Allah dari ego, kesombongan, dan keengganan untuk bertobat. Di sinilah muncul urgensi pesan pertobatan dalam masa Adven.

Pembacaan Teologis Mika 7:7–13

1. Harapan yang berakar pada kesetiaan Allah (ayat 7)

Mika berkata: “Tetapi aku ini…” Kata “tetapi” menjadi tanda iman yang aktif. Ia melihat kebobrokan umat, tetapi tetap menaruh harap pada Allah. Harapan ini bukan optimisme psikologis, melainkan keyakinan teologis bahwa Allah tidak berubah.

2. Pengakuan dosa sebagai jalan menuju pemulihan (ayat 8–9)

Mika mengakui kejatuhan umat, tetapi juga yakin bahwa Tuhan akan membangkitkan mereka. Pengakuan dosa membuka ruang bagi karya terang Allah. Gereja yang berani mengakui dosanya adalah gereja yang memberi ruang bagi pemulihan. Di titik inilah pertempuran melawan ego menjadi sangat penting.

3. Disiplin Allah sebagai proses menuju pembaruan (ayat 10–13)

Hukuman Allah bukan tujuan akhir. Disiplin-Nya adalah jalan menuju pemulihan. Bahkan ketika bangsa Israel menghadapi kehancuran, tujuan Allah tetap untuk membangun kembali.

Adven III: Sukacita yang Lahir dari Pengharapan

Sukacita Adven bukanlah sukacita dangkal yang bergantung pada keadaan. Sukacita ini adalah kekuatan rohani untuk tetap berharap kepada Allah di tengah kegelapan. Sukacita itu muncul ketika: Jemaat melepaskan ego dan membuka diri bagi Allah, Gereja jujur menilai kelemahan dan dosanya, Jemaat memilih berharap kepada Allah yang setia dan Hati ditundukkan untuk menerima karya pemulihan-Nya.

Dengan demikian, kita dapat berkata:
“Sekalipun aku duduk dalam gelap, Tuhan akan menjadi terang bagiku.”
Amin.

Posting Komentar

0 Komentar